KONEKSI ANTAR MATERI
PENGAMBILAN KEPUTUSAN BERBASIS NILAI-NILAI KEBAJIKAN SEBAGAI PEMIMPIN
(modul 3.1)
Oleh Etik Wahyuni, S.Pd
Calon Guru Penggerak Angkatan 6 Kota Pasuruan, Jawa Timur
AKSI NYATA
BUDAYA POSITIF
Diseminasi Budaya Positif dan Aksi Nyata Guru Penggerak
Gambar 1. Dokumentasi kegiatan Diseminasi Budaya PositifFilosofi Pendidikan Ki Hajar Dewantara mengenai pendidikan yakni memberi tuntunan terhadap segala kekuatan kodrat yang dimiliki anak agar ia mampu mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai seorang manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Kemudian dinyatakan juga bahwa pendidikan adalah tempat persemaian benih-benih kebudayaan. Sekolah sebagai salah satu tempat terjadinya pendidikan haruslah menjadi tempat yang kondusif untuk bersemainya "benih" tersebut.
Untuk itu sekolah harus memiliki budaya positif di mana seluruh warga sekolah saling mendukung dan menghargai satu sama lain untuk memberikan lingkungan yang kondusif untuk peserta didik dapat belajar dengan optimal. Dalam hal ini kesamaan visi dan misi serta nilai kebajikan dimiliki oleh guru dan tenaga kependidikan untuk bersama -sama berusaha mewujudkan pembelajaran yang aplikatif agar murid menjadi pembelajar sepanjang hayat.
Guru penggerak memiliki peran untuk mewujudkan budaya positif di sekolah dengan cara melaksanakan pembelajaran yang berpihak kepada murid dan menjadi teladan serta coach bagi guru yang lainnya. Pembelajaran yang berpihak pada murid ini dilakukan dengan cara antara lain menyesuaikan dengan kebutuhan belajar peserta didik dari segi kesiapan, minat dan profil belajar. Selain itu dalam manajeman kelas , guru hendaknya menerapkan disiplin positif. Apabila terjadi sebuah permasalahan dengan peserta didik maka guru hendaknya melakukan segitiga restitusi dan berperan sebagai manajer. Sedangkan sebagai coach bagi guru lain guru penggerak dapat berperan sebagai fasilitator sebuah diseminasi atau diskusi mengenai budaya positif yang diperlukan oleh guru dan tenaga kependidikan.
Untuk melaksanakan peran tersebut maka pada tanggal 15 November 2022, bertempat di ruang Multimedia SMPN 1 Pasuruan dilaksanakan diseminasi budaya positif dan aksi nyata yang dilakukan guru penggerak mengenai budaya positif. Kegiatan ini diikuti oleh 15 orang guru yang terdiri dari guru kelas 7 dan guru yang tidak memiliki jam mengajar pada jadwal diseminasi. Hal ini dilakukan agar tidak ada guru yang meninggalkan jam pelajaran. Untuk peserta didik kelas 7 diberikan waktu kerja kelompok mandiri untuk persiapan presentasi kelompok jam ke-7 dan 8.
Guru penggerak yang melakukan diseminasi adalah Etik Wahyuni, S.Pd dan Khusnul Mardiyah, S.Pd. Hal-Hal mengenai diseminasi tersebut adalah sebagai berikut:
1. Maksud dan tujuan dari kegiatan diseminasi untuk berbagi pemahamam dan aksi nyata agar nanti bisa menyatukan persepsi yang sama untuk membentuk budaya positif di sekolah. Bapak ibu guru diharapkan dapat menerapkan disiplin positif dan tidak lagi menggunakan marahan, atau bentakan bahkan ancaman.
2. Pengertian disiplin positif yang merupakan cara untuk mendisiplin anak tanpa kekerasan.
3. Posisi kontrol yang dimiliki guru yakni sebagai penghukum, pembuat merasa bersalah, teman, pemantau dan manajer. 4 posisi yang pertama menimbulkan motivasi ekstrinsik, sedangkan yang terakhir menimbulkan motivasi intrinsik. Oleh karena itu sebaiknya guru berada posisi kontrol manager.
4. Kebutuhan Dasar Manusia yang terdiri dari 5 yakni kebutuhan bertahan hidup, kesenangan, kebebasan, penguasaan , cinta dan kasih sayang . Kebutuhan dasar inilah yang menjadi dasar munculnya motivasi seseorang melakukan sesuatu. Apabila seorang murid melakukans esuatu pasti dalam rangka memenuhi salah satu dari kebutuhan dasarnya.
5. Nilai Kebajikan adalah sifat-sifat positif manusia yang merupakan tujuan mulia yang ingin dicapai setiap individu ( glasser: 1984)
6. Nilai kebajikan universal yakni nilai-nilai kebajikan yang disepakati bersama, lepas dari suku bangsa, agama, bahasa maupun latar belakangnya.
7. Profil Pelajar Pancasila sebagai nilai kebajikan dalam kurikulum merdeka yang meliputi beriman dan bertaqwa kepada tuhan YME dan berakhlak mulia, berkebinekaan global, gotong royong, mandiri, kreatif, dan bernalar kritis .
8. Motivasi manusia melakukan tindakan berupa motivasi intrinsik dan ekstrinsik. Sebaiknya kita berlatih agar motivasi yang kita miliki intrinsik.
9. Keyakinan kelas adalah komitmen yang disusun bersama-sama antar guru dan murid agar segala yang diterapkan di kelas berpusat pada anak dan untuk sebesar-besarnya kepentingan murid. Guru hendaknya menyusun komitmen kelas bersama murid-murid serta memasangnya di kelas agar semua bisa mengingat komitmen kelas yang harus dijaga.
10. Segitiga restitusi adalah proses menciptakan kondisi untuk memperbaiki kesalahan mereka, sehingga mereka bisa kembali pada kelompok mereka dengan karakter yang kuat.
11. Aksi nyata dari skenario segitiga restitusi yang dilakukan oleh guru.
a) Ibu Etik : Video segitiga restitusi untuk Luluk dan Rizky yang bertengkar dan memukul hingga sesak guru, Guru memvalidasi tindakan yang salah, menstabilkan identitas, dan menanyakan keyakin. Video yang kedua adalah tentang konflik anak-anak ( salman dan Habibie Raditya pada saat latihan untuk lomba PMR.
b) Bu Khusunul : Segitiga restitusi tentang anak-anak yang tidak masuk kelas pada jam pelajaran dan memalsukan tanda tangan orang tua.
Penguatan yang diberikan oleh wakil kepala sekolah adalah ada hal-hal yang tidak sepenuhnya harus diterima, tetapi disesuaikan dengan kondisi di Indonesia umumnya dan Pasuruan khususnya. Tetapi budaya positif ini memanglah yang diperlukan sekolah dan akan diusahakan semua warga sekolah. Tindak lanjutnya adalah anak-anak akan diberikan proyek penguatan profil pelajar pancasila pada awal tahun pembelajaran.
KONEKSI ANTAR MATERI MODUl 1.4
BUDAYA POSITIF
Pada modul 1.4 ini saya mempelajari mengenai budaya positif. Budaya positif adalah lingkungan dimana warga sekolah saling mendukung, saling belajar, saling membantu, sehingga tercipta kebiasaan-kebiasaan baik dan akan tumbuh menjadi karakter-karakter yang baik. Budaya positif ini bisa terwujud apabila di sekolah kita bisa menerapkan disiplin positif yaitu kepatuhan yang diperoleh tidak melalui paksaan/hukuman dan konsekuensi.
Ketika menjadi seorang pemimpin sekolah hendaknya dapat merangkul semua pihak untuk memiliki visi dan nilai-nilai kebajikan yang dituju untuk selalu mengutamakan kepentingan murid atau berpihak pada murid.
Pada bab ini juga dipelajari teori motivasi yaitu motivasi intrinsik dan ekstrinsik. Motivasi intrinsik ini merupakan motivasi seseorang untuk menjadi seseorang yang mereka inginkan, menghargai diri mereka sendiri berdasar nilai-nilai yang mereka percaya. Sedangkan motivasi ekstrinsik yang berasal dari luar diri adalah dasar perilaku manusia menghindari hukuman dan keinginan untuk dihargai dan dipuji. Selain itu, materi teori dan posisi kontrol juga saya pelajari.
Sedangkan pada 5 posisi kontrol seorang pendidik ternyata bertindak sebagai penghukum, pembuat merasa bersalah, pemantau, teman dan manajer. Apabila guru menempatkan diri pada posisi penghukum dan pembuat merasa bersalah , teman atau pemantau, maka nanti kepatuhan murid di dapat karena motivasi ekstrinsik. Yang diharapkan adalah seorang guru bisa berperan sebagai manajer dengan menerapkan pola segitiga restitusi.
Segitiga restitusi akan menimbulkan motivasi intrinsik dalam diri siswa. Pada praktek segitiga ini seorang guru menstabilkan identitas, memvalidasi tindakan yang salah dan menanyakan keyakinan. Ketika seorang guru berperan sebagai manager, maka dia akan menyusun keyakinan kelas dengan seluruh bagian kelas.
Seorang anak melanggar keyakinan kelas karena ada salah satu kebutuhan dasarnya yang tidak terpenuhi. Kebutuhan dasar manusia, dapat dilihat dari gambar berikut ini;
Guru bisa menerapkan segitiga restitusi ini karena inilah yang paling sesuai dengan filosofi pemikiran Ki Hajar Dewantara, yaitu berpihak pada murid serta konsep menuntun laku peserta didik.
Sementara hubungannya dengan nilai-nilai dan peran guru penggerak, maka disiplin positif dengan segitiga restitusi merupakan penerapan nilai guru penggerak yang berpihak pada murid pula.
Ketika mengembangkan visi sekolah, maka seorang pemimpin sekolah hendaknya memikirkan tentang tercakupnya profil pelajar Pancasila. Visi pun memang sudah seharusnya mengutamakan hak anak.
Saya senang karena saya memahami mengenai materi yang saya diuraikan di atas. Anak anak merasa gembira. Saya dapat menyadari posisi saya sebelum menjadi CGP cenderung mengambil posisi kontrol sebagai penghukum, pembuat orang merasa bersalah, teman dan pemantau. Pada saat itu saya merasa sering tidak nyaman ketika menangani murid yang melakukan pelanggaran.
Sejak saya mulai mengeri disiplin positif ini saya sangat terbantu. Saya telah menerapkan segitiga restitusi dan saya merasa antusias sekali. Pengalaman yang membuat berkesan adalah ketika saya menerapkan segitiga restitusi, maka anak akan lebih lega, tidak ada lagi kemarahan yang terpendam dan mereka bersedia memperbaiki keadaan. Hal ini luar biasa.
Sebelum saya mempelajari modul ini saya pernah menerapkan segitiga restitusi tapi saa itu saya tidak tahu namanya. Hanya saja langkah-langkah yang saya lakukan pada tahap menstabilkan identitas, memvalidasi tindakan yang salah saja.
Setelah belajar modul, saya telah beberapa kali menerapkan segitiga restitusi untuk menangani anak yang suka menggangu , usil, bahkan memukul teman. Selain itu, saya menerapkan segitiga restitusi pada kasus anak yang suka mengolok-olok teman. Satu kasus yang pernah saya tangani adalah anak yang selalu nangis di kelas. menolak untuk berbaur dengan teman yang lain. Saya menerapkan langkah menstabilkan perilaku, memvalidasi tindakan yang salah, dan menanyakan keyakinan. Saya merasa sangat senang lebih lega di pihak guru dan murid.
Tantangannya adalah mungkin belum banyak rekan sejawat yang tahu dan menyadari pentingnya disiplin positif dan segitiga restitusi untuk menciptakan sekolah berbudaya positif.
Maka saya berencana melaksanakan aksi nyata dari pemahaman saya.
Rencana TIndakan Untuk Aksi Nyata
KONEKSI ANTAR MATERI KESIMPULAN DAN REFLEKSI MODUL 1.1
Oleh : Etik Wahyuni, S.Pd_CGP Angkatan 56_Kota Pasuruan
Kesimpulan dan refleksi saya terhadap pemikiran-pemikiran KHD menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut:
1. Apa yang saya percaya tentang murid dan pembelajaran sebelum mempelajari modul?
2. Apa yang berubah dari pemikiran atau perilaku saya setelah mempelajari modul?
3. Apa yang segera dapat saya terapkan lebih baik agar kelas mencerminkan pemikiran KHD?
Pendidikan guru penggerak khususnya angkatan 6 yang saya ikuti menggunakan Alur Merdeka yakni Mulai Dari Diri, Elaborasi Konsep, Ruang Kolaborasi, Demonstrasi Kontekstual, Elaborasi Pemahaman, Koneksi antar Materi dan Aksi Nyata.
Alur ini merupakan perwujudan pembelajaran berpusat pada peserta didik yang sangat membantu saya sebagai peserta pendidikan guru penggerak. Alur ini sekaligus memberikan saya inspirasi untuk melakukan pembelajaran di kelas saya.
A. MULAI DARI DIRI
Apa yang saya percaya mengenai murid dan pembelajaran sebelum mempelajari modul?
Sebelum mengikuti guru penggerak, saya sempat memiliki pandangan yang kurang baik terhadap input peserta didik di sekolah. Karena zonasi, mayoritas murid kami berasal dari pinggir pantai yang mata pencaharian keluarganya adalah buruh nelayan, pemilik kapal, pedagang ikan, tukang becak dan lain sebagainya. Hanya sedikit murid kami yang memiliki latar belakang orang tua yang berpendidikan tinggi, tidak seperti saat sekolah kami menjadi sekolah favorit.
Kami para guru terkejut dengan perubahan input peserta didik dan kurang siap. Kami berusaha sekuat tenaga membuat anak didik kami tetap berkualitas dan itu sangat berat. Apalagi pandemi memperparah semuanya. Saat masuk sekolah, semangat belajar kurang terlihat, retensi perhatian mereka pendek, tingkah laku dan kesopanan kurang tertata, serta kemampuan akademik kelas sebelumya rendah.
Karena alasan di atas saya pribadi sempat memiliki pendapat bahwa mereka adalah kertas kosong yang harus saya tulisi. Saya harus membuat mereka rajin belajar, sopan, selalu fokus pada pelajaran, dan bagus kemampuan akademiknya. Mereka harus belajar dengan cara saya.
Pembelajaran saya rencanakan dengan sangat baik dan anak-anak harus menerima tugas , melakukan kegiatan, dan mengumpulkan jenis hasil pekerjaan yang sama. Karena kurangnya pemahaman saya mengenai kodrat zaman dan kodrat alam, maka saya kesulitan menata hati dan pembelajaran dengan baik. Sekitar 40 persen peserta didik tidak mengerjakan tugasnya.
B. ELABORASI KONSEP
Pada tahap eksplorasi konsep, secercah semangat muncul setelah menyaksikan video pendidikan masa kolonial dan intrepretasi filosofi pendidikan Ki Hajar Dewantara. Selain itu, tiga tulisan Ki Hajar Dewantara membuka wawasan dan mata hati saya mengenai hebatnya jiwa beliau berjuang untuk pendidikan di Indonesia.
Pada tahap ini dipelajari secara mandiri mengenai filosofi KHD seperti berikut:
C. RUANG KOLABORASI
Melalui ruang kolaborasi, pemahaman konsep yang digali secara mandiri kemudian disusun dalam hasil kerja bersama berupa presentasi menemukenali nilai luhur sosial budaya dalam menebalkan laku murid. Hal ini berkaitan dengan kesadaran kita untuk menemukenali kodrat alam dan zaman anak didik kita sebagai dasar menuntun. Dari hasil kolaborasi ditemukenali latar belakang sosiokultural peserta didik daerah Pasuruan yaitu:
Kodrat alam peserta didik daerah Pasuruan